all about me

Senin, 14 Maret 2011

LALAPAN, AMANKAH DIKONSUMSI?


Lalap atau lalapan adalah sayuran yang biasa disajikan beserta masakan Indonesia. Lalapan menyerupai salad, yang banyak dijumpai di makanan barat. Ciri khas lalapan adalah sayur dihidangkan dalam keadaan mentah dan biasa dimakan bersama nasi dan lauk-pauk lainnya (ayam goreng, ikan goreng, sambal, dan sebagainya).
Sayur yang biasa digunakan sebagai lalapan antara lain selada, sawi, kubis, ketimun, dan kemangi. Lalapan baik untuk pencernaan karena mengandung banyak serat. Lalapan selada bermanfaat membantu mengurangi risiko kanker, katarak, stroke, meringankan insomnia dan mengurangi gangguan anemia. Kemangi berguna untuk mengurangi diare, membantu menyembuhkan sariawan, mengurangi bau badan, dan mengeluarkan gas dari dalam perut. Ketimun memiliki kandungan air sampai 90 persen, sehingga membantu menghilangkan toksin dan asam urat dalam tubuh. Ketimun juga bermanfaat sebagai makanan pelangsing yang sempurna, karena memberi efek mengenyangkan. Kubis banyak mengandung vitamin C, kalium dan asam folat. Kandungan kalium dalam kubis membantu mengatur keseimbangan air dalam tubuh. Kandungan vitamin C membantu mengobati nyeri tenggorokan dan sariawan. Namun, sebaiknya kubis dikonsumsi tidak berlebih, karena bisa menimbulkan gas dalam perut.
Selain memiliki banyak manfaat, ternyata lalapan berpotensi sebagai penyebab penyakit yang disebabkan oleh mikroba patogen dan penyakit cacingan. Sayuran yang tidak sesuai dengan standar kelayakan dari BPOM dapat menyebabkan sakit dan keracunan pada konsumen apabila dikonsumsi. Lalapan juga merupakan media efektif penularan penyakit cacingan. Beberapa spesies nematoda usus (Soil Transmitted Helminths) seperti Ascaris lumbricoides, Necator americanus, dan Trichuris trichiura dapat ditularkan melalui media tanaman.
Tanaman menjadi media penularan penyakit cacing karena dua cara, yaitu secara langsung dan tidak langsung. Kontaminasi telur cacing pada tanaman secara langsung biasanya terjadi pada jenis tanaman air karena tempat penanaman sayur kontak langsung dengan air. Kebiasaan masyarakat membuang tinja di sungai atau di areal persawahan menyebabkan air sungai dan sawah terkontaminasi telur cacing yang keluar dari tubuh bersama tinja penderita cacingan. Telur yang hanyut bersama aliran air akan menempel di tanaman karena telur mensekresikan zat perekat. Tanaman air yang positif menjadi vektor perantara nematoda usus yaitu selada air dan kangkung. Apabila kedua jenis tanaman tersebut dikonsumsi sebagai lalapan atau dimasak kurang matang, maka telur akan menetas menjadi larva cacing dan menginfeksi inang.
Penularan penyakit cacing melalui tanaman secara tidak langsung terjadi karena menggunakan air sungai untuk irigasi sawah atau untuk menyiram tanaman di ladang. Telur cacing dapat tetap hidup bertahun-tahun di tempat berair atau lembab. Tanaman yang di tanam di ladang secara langsung tidak dapat terkontaminasi telur cacing karena tidak kontak langsung dengan air sebagai sarana berpindah telur. Namun, apabila air yang digunakan untuk menyiram tanaman berasal dari air sungai, maka telur dapat berpindah dan menempel di tanaman tersebut. Menggunakan kotoran sapi atau kambing sebagai pupuk tanaman juga menyebabkan kontaminasi telur cacing pada tanaman, misalnya telur cacing hati (Fasciola hepatica). Sayur yang terkontaminasi telur cacing secara tidak langsung misalnya sawi, kubis, dan sla.
Lalapan dapat menjadi media penularan cacing, namun bukan berarti kita tidak boleh mengkonsumsi lalapan. Upaya pencegahan yang dapat dilakukan untuk menghindari penularan penyakit cacing melalui lalapan yaitu mencuci sayur yang akan dikonsumsi mentah menggunakan air garam kemudian dibilas menggunakan air hangat. Bagi para petani sayur, sebaiknya tidak menggunakan kotoran sapi dan kotoran kambing sebagai pupuk tanaman secara langsung, tetapi diolah terlebih dahulu menjadi kompos. Tindakan preventif terkadang sulit dilakukan karena faktor keuntungan dan kemudahan, sehingga kontaminasi telur cacing di lalapan masih ada. Oleh karena itu, kita wajib memeriksakan diri setiap 6 bulan sekali, supaya apabila terjadi infeksi cacing cepat diketahui dan dilakukan pengobatan.

ASKARIASIS, PENYAKIT CACING YANG PERLU DIWASPADAI!


Infeksi cacing usus di daerah tropis, seperti Indonesia masih merupakan penyakit rakyat dengan prevalensi cukup tinggi. Masyarakat pedesaan atau perkotaan yang padat dan kumuh merupakan sasaran yang mudah terkena infeksi cacing. Beberapa spesies Nematoda usus yang penularannya melalui tanah (Soil Transmitted Helminths) diantaranya adalah Ascaris lumbricoides, Necator americanus, dan Trichuris trichiura.
Ascaris lumbricoides merupakan spesies cacing parasit yang kosmopolit yaitu tersebar di seluruh dunia dengan prevalensi infeksi tertinggi pada negara beriklim panas dan lembab. Manusia merupakan hospes definitif Ascaris lumbricoides. Infeksi yang disebabkan oleh cacing ini disebut Askariasis. Prevalensi infeksi pada anak lebih tinggi daripada orang dewasa, karena mereka belum mengerti arti kesehatan.
Siklus hidup Ascaris lumbricoides dimulai apabila telur cacing infektif tertelan manusia. Telur menetas menjadi larva rhabditiform dan kemudian menembus dinding usus dan masuk kedalam vena portae hati, mengikuti aliran darah masuk ke jantung kanan dan selanjutnya menuju paru-paru. Larva tumbuh dan berganti kulit sebanyak 2 kali di dalam paru-paru. Lava migrasi dari paru-paru keluar kapiler, masuk ke alveolus kemudian ke bronkus, trakhea, laring ke faring, berpindah ke esophagus dan tertelan melalui saliva atau merayap melalui epiglotis masuk kedalam traktus digestivus dan berakhir di usus halus bagian atas, larva berganti kulit menjadi cacing dewasa. Cacing betina dewasa mampu menghasilkan telur sebanyak 200.000 – 250.000 butir telur setiap harinya, waktu yang diperlukan adalah 3 4 minggu untuk telur tumbuh menjadi bentuk infektif. Telur cacing keluar dari tubuh inang bersama tinja penderita Askariasis.
Penularan Askariasis terjadi apabila telur infektif masuk kedalam tubuh. Telur infektif dapat masuk kedalam tubuh melalui beberapa media, yaitu melalui debu, tanah, air, dan tanaman. Debu dan tanah dapat menjadi media penularan Askariasis karena kebiasaan masyarakat membuang kotoran/ tinja sembarangan. Telur yang keluar bersama tinja tahan terhadap pengaruh cuaca buruk, berbagai desinfektan dan dapat tetap hidup bertahun-tahun di tempat yang lembab. Kebiasaan bermain tanah dan tidak mencuci tangan sampai bersih menyebabkan telur infektif tertelan bersama makanan. Air menjadi media penularan Askariasis karena kebiasaan masyarakat yang tinggal disepanjang pinggir sungai membuang tinja di sungai. Telur berpindah bersama aliran sungai menuju tempat lain dan menginfeksi masyarakat yang memanfaatkan air sungai untuk memenuhi kebutuhannya, misalnya untuk masak, mencuci, dan mandi. Tanaman dapat menjadi media penularan Askarasis karena tempat penanaman di sepanjang aliran sungai atau menggunakan air sungai untuk menyiram tanaman. Kebiasaan mengkonsumsi sayur mentah merupakan media efektif penularan Askariasis, misalnya sebagai lalapan.
Gejala awal infeksi Ascaris lumbricoides biasanya ringan seperti mual, nafsu makan berkurang, diare dan konstipasi. Stadium infeksi meningkat sesuai dengan jumlah cacing didalam saluran pencernaan. Hiperinfeksi terutama pada anak menyebabkan kurang gizi (Mal absorbtion). Cacing dewasa dapat menyebabkan alergi, karena cacing mengeluarkan cairan tubuh sehingga terjadi reaksi toksik dalam tubuh inang. Beberapa tanda alergi seperti urtikaria, odema, konjungtivitis, dan iritasi pernafasan. Kelainan akibat migrasi larva dapat menyebabkan Sindroma loeffler yaitu perdarahan pada dinding paru-paru. Akibat mekanik yang ditimbulkan oleh cacing dewasa seperti obstruksi usus dan perforasi ulkus di usus. Gumpalan cacing yang membentuk bolus menyebabkan penyumbatan pada usus (Ileus obstructive).
Upaya pencegahan Askariasis dapat dilakukan melalui kegiatan penyuluhan kesehatan tentang sanitasi yang baik dan tepat guna. Beberapa tindakan sanitasi yang harus dilakukan yaitu membuang tinja di jamban, tidak menggunakan tinja sebagai pupuk tanaman, membiasakan mencuci tangan sebelum dan sesudah makan, mengurangi konsumsi sayur mentah sebagai lalapan, dan memeriksakan diri setiap 6 bulan sekali. Pengobatan Askariasis dapat menggunakan Preparat piperasin, Pyrantel pamoate, Albendazole atau Mebendazole.