all about me

Jumat, 28 Desember 2012

AVA


Masa SMA adalah masa yang paling indah kata sebagian banyak orang. Tapi menurutku masa kuliah itu yang bakal paling indah, karena lebih banyak lagi kita ketemu sama orang dari seluruh penjuru tanah air. Terlebih lagi aku berharap bakal nemuin seseorang yang katanya sekarang juga lagi kuliah ditempat yang sama denganku.
Saat masa orientasi kampus, kami dikenalkan dengan semua unit kegiatan mahasiswa (UKM) yang ada dikampus. Masing-masing UKM unjuk kebolehan dengan menampilkan berbagai macam atraksi untuk menarik anggota sebanyak mungkin. Semua atraksi yang ditampilkan kakak senior seru, tapi yang paling seru waktu giliran atraksi UKM beladiri. Aku sampe melongo lihat kakak-kakak senior demo jurus-jurus silat. Gerakan yang anggun namun mematikan. Tiba-tiba pandanganku tertuju pada sosok yang berdiri gagah dibelakang panggung. Siapakah dia?
Rasa penasaran membuatku nekad ikut UKM beladiri yang sama dengan kakak misterius itu. Alamak bodoh banget sih aku, jangankan ikut ekstra beladiri ikut ekstra selain OSIS aja gak pernah semasa SMP dan SMA. Walhasil, badanku serasa ancur remuk lebam waktu latihan pertama. Parahnya lagi, kakak misterius itu sama sekali tak nampak batang hidungnya.
Latihan kedua aku masih semangat berharap dapat ketemu sama kakak itu. Tapi aku kecewa kedua kalinya. Udah badan semakin ancur, kaki kesleo, perut kram, namun kakak misterius itu sama sekali gak muncul. Pupus sudah harapanku, aku jadi malas mau ikut latihan selanjutnya. Latihan ketiga aku bener-bener gak datang.
“Kemana kemarin, kok gak ikut latihan?” tanya Eci teman sekelasku yang seperguruan denganku.
“Badanku sakit banget, mau pijit belum keturutan” jawabku.
“Kan baru latihan berapa kali, ntar lama-lama juga biasa gak sakit lagi” katanya sok bijak menasihati. Padahal aku juga tau kalau dia ikut latihan cuma pas pemanasan aja. Abis itu pura-pura kram lah, kesleo lah trus duduk dipojokan sambil liatin anak lain latihan. Aku cuma diem dengerin dia nyerocos sambil nungguin dosen telat masuk.
“Eh tau gak, ternyata senior kita ada yang ganteng lho. Kemarin aku lihat dia lagi duduk nungguin anak-anak latihan. Cute banget, aku mau kalau ditembak jadi pacarnya.” Kulirik Eci yang lagi senyum-senyum sendiri mungkin sambil bayangin senior ganteng yang dia maksud. Sampai jam kuliah selesai, dia masih senyum-senyum gak jelas. Bener-bener udah gak waras kali tu anak. 
“Pokoknya minggu depan kamu ikut latihan. Awas kalau gak ikut lagi” dia berlalu sambil mengepalkan tangan mencoba mengancamku. Aku tertawa melihat tingkahnya. Baru latihan 2 kali aja udah berani mau pukul orang. Namun dalam hati aku penasaran sama orang yang dimaksud Eci tadi. Aku mikir gak ada salahnya ikut latihan minggu depan, sapa tau ketemu sama kakak misterius (ngarep.com).
“Itu lho yang duduk dibangku sebelah kanan, ganteng kan?” tanya Eci sambil nunjuk seseorang yang duduk dikerumunan kakak-kakak senior. Mataku melotot mencari orang yang dimaksud Evi. Maklum kita latihan di tengah lapangan, sedangkan lampu cuma ada dipinggir lapangan, jadi penerangannya gak cukup buat mataku yang minus. Astaga, itu kan kakak misterius yang selama ini aku cari. Rasanya kaya ada bunga bermekaran terus dikerubuti kupu-kupu, seneng banget akhirnya kakak misterius itu muncul.
“Heh, napa kamu senyum-senyum gitu? Jangan-jangan kamu juga suka ya!” suara Eci melengking ditelingaku.
“Apaan sih kamu? Aku cuma inget-inget aja. Kayaknya aku pernah ketemu sama senior itu tapi lupa dimana” aku garuk-garuk kepala yang sebenere gak gatal. Ogah banget kalau sampai ketahuan Eci aku juga naksir sama tu kakak. Beberapa saat kemudian salah satu senior teriak-teriak nyuruh kumpul.
Latihan dimulai dengan senam pemanasan dilanjutkan lari-lari kecil keliling lapangan. Hmm…aroma khas pelicin baju merangsang indera pembauku. Aku menoleh memastikan kalau bukan Eci yang lari disebelahku sekarang. Pas aku menoleh ternyata sosok disampingku juga menoleh kearahku sambil tersenyum. Tatapan mata kami beradu. Duh..senyum itu laksana busur panah Eros menghujam tepat di jantungku. Bunga-bunga serasa bermekaran menebarkan harum disekitarku. Kurasakan waktu bergerak sangat lambat persis adegan film action yang di slow motion.
Dugg…!! tiba-tiba ribuan kunang-kunang menyerangku. Pandangan mataku kabur seiring rasa nyeri dikepala. Kepalaku pening dan badanku terhuyung. Namun sebelum kepalaku mencium aspal tepi lapangan, sosok itu sigap menangkapku. Selain aroma parfum tubuhnya aku gak ingat apapun.
Pingsan....

Senin, 24 Desember 2012

TANYA DALAM HATI


Ibu.
Berkecamuk rasa dalam hati dan benakku ketika mendengar 3 kata itu. Entah apa yang kupikirkan dan kurasakan.
Ibu.
Jauh di dalam lubuk hatiku, aku ingin memelukmu. Menumpahkan segala gundah dan penatku di dadamu. Merasakan kembali hangat dekapmu yang masih kuingat meski hanya samar-samar. Kubayangkan kita duduk berdua di halaman rumah kita yang hijau teduh. Saling bercerita apapun yang telah kita lakukan. Lalu kulihat sesungging senyum menghias di wajahmu. Aku genggam erat tanganmu berharap kamu juga tahu betapa sayang aku padamu.
Ibu.
Aku juga ingin seperti mereka, mengucapkan selamat ulang tahun di hari ulang tahunmu. Memberimu kejutan atau hadiah kecil. Aku juga ingin mengucapkan selamat hari ibu seperti mereka. Aku ingin menunjukkan padamu betapa aku menghargai semua pengorbananmu. Aku akan menjabat tanganmu dan memelukmu. Mungkin kamu berkaca-kaca karena terharu. Dan kembali kulihat sesungging senyum menghias di wajahmu.
Ibu.
Aku hanya ingin berkata-kata lembut padamu, tak ingi membentakmu bahkan menyakitimu. Aku ingin seperti mereka yang membuat ibunya selalu tersenyum dan meneteskan airmata bahagia. Aku juga ingin seperti mereka berada didekat ibunya dan membantunya setiap saat.
Aku tahu betapa besar pengorbananmu untukku. Aku tahu berapa dalam lukamu karenaku. Aku tahu beban yang kamu tanggung karenaku. Aku juga tahu betapa rindunya kamu padaku. Aku tahu betapa besar harapmu padaku.
Namun,
Kenapa aku tidak bisa seperti itu? Kenapa aku gak bisa menggebu-gebu seperti mereka untuk menunjukkan kasih padamu. Kenapa aku gak bisa begitu dekat bersenda gurau denganmu. Kenapa justru aku gak merasa nyaman ketika berada didekatmu. Aku selalu mencoba dan mencoba berdamai dengan hatiku. Aku ingin menyayangimu dan menunjukkan sayangku seperti yang kamu mau.
Kadang muncul pertanyaan dalam benakku, “Apakah aku anak durhaka?”

Rabu, 19 Desember 2012

JANJI SANG PEREMPUAN (Part 3)


Waktu semakin cepat berlalu. Menorehkan kisah yang baru saja kita lewati menjadi cerita sejarah yang akan bersambung atau terhenti. Tanpa terasa 6 tahun telah kulalui tanpa gadisku. Yahh, gadisku menghilang sejak terakhir kali dia datang untuk melamarku. Sekarang dia ada dimana dan bagaimana kabarnya, aku tidak tahu. Masih teringat jelas dalam ingatan peristiwa malam itu. 
Yank, aku datang melamarmu. Aku tak kan lagi memaksamu untuk datang melamarku. Aku tak sanggup menunggu kedatanganmu untuk menepati janjimu. Aku sekarat karena cintaku padamu. Malam ini, aku datang melamarmu untuk jadi……..”.
“Plakkk!!!” tanpa sadar tangan ini terayun menampar pipi gadisku.   
Yank, apa salahku?” terlihat jelas raut wajahnya penuh dengan kebingungan.
“Kenapa kamu datang lagi padaku. Sudah kukatakan berulang kali bahwa aku tidak mau datang melamarmu. Kenapa mesti kamu datang lagi! Bahkan datang untuk menggantikan janjiku. Aku bosan mendengar rengekanmu!”. Sepertinya saat itu detak jantungku mengikuti irama genderang yang ditabuh ketika berperang, darahku mendidih dan seakan terpompa keluar dari ubun-ubun. Tak pernah terbayangkan olehku sendiri bagaimana raut wajahku saat itu.
Yank, kamu……,” terdengar lirih suaranya tercekat ditenggorokan. Terlihat jelas mendung menggayut di kedua matanya berusaha untuk ditahannya agar tidak jatuh. Namun, api kemarahan membakarku, tak ku hiraukan lagi bagaimana perasaanku padanya. Tiba-tiba……
Gadisku berpaling dan berlari meninggalkanku dengan airmata yang tertumpah karena tak bisa lagi ditahannya.
“Nyess…”. Sekilas cahaya bening menyejukkan tampak dari pantulan cahaya lampu 5 watt. Airmata yang terpercik ke udara dan tersapu rambut panjangnya mengenai wajahku. Perlahan api kemarahan yang membakar akal sehatku mulai padam. Saat ku tersadar, gadisku telah berlari semakin jauh dariku, dan akhirnya menghilang dalam pekatnya malam.
Ingin ku mengejarnya. Namun, keangkuhan memberatkan kakiku tuk melangkah. Ku terpatung di depan pintu rumah. Perlahan perasaan sesal merayap dan hinggap di relung hatiku.
“Aku terbang menembus pekat malam tanpa bintang, berselimut kabut tipis di angkasa. Tetes embun yang tertampung oleh lembaran daun, perlahan menyusuri peruratan terjatuh dari tepian. Tiupan mesra sang bayu membuat bulu kuduk meremang. Sepi…kosong…hampa yang terasa. Seseorang…satu-satunya cahaya yang menerangi gulitaku. Meredup…semakin jauh…dan menghilang. Di ujung jalan…”.
Maafkan aku gadisku. Aku lakukan ini sungguh karena aku sangat mencintaimu. Aku tak sanggup jika nantinya dirimu berkubang dalam rasa sakit.
Langit yang sejak sore tadi berwajah muram sepertinya enggan untuk berhenti meneteskan airmata. Meskipun tidak deras, namun cukup membuat jendela kamarku buram berembun. Semilir Sang Bayu yang menerobos masuk melewati celah-celah kamarku membuatku bergidik kedinginan. Kurapatkan tubuhku dibawah selimut, namun tidak juga memberiku kehangatan. Ahh, khayalan bersamamu kembali hadir dalam anganku. Mengoyak terali yang membelenggu hasrat rindu padamu. Akankah perasaanmu masih sama terhadapku?  
******
Ombak menari bergulung-gulung tertimpa sinar berwarna jingga keperakan. Riak ombak kecil dipantai berpasir putih menjilati kaki kami perlahan. Nyiur melambai dan burung seolah bernyanyi menghanyutkan perasaan dalam kedamaian. Tak cukup banyak kata yang bisa kuurai tuk melukiskan rasa yang saat itu kurasa.
Namun, entah dari mana datangnya, tiba-tiba segulung ombak besar menyeret gadisku dalam dekapannya. Menepiskan genggaman tanganku, mendorongku hingga tersungkur. Kami terpisah.
Yank…!!!”, teriaknya sekuat tenaga kala itu.
“Tidak, lepaskan gadisku…. lepaskan!”, ku mencoba mengejarnya, tetapi semua sia-sia. Badanku serasa lemas tak berdaya. Tenaga seperti terkuras habis. Gulungan ombak membawa pergi gadisku dalam dekapannya.
Semakin menjauh…….
Yank……!!!”, sayup-sayup masih kudengar teriaknya.
******
“Tidak….. tidak…..!!!”
Oh….ternyata aku bermimpi. Kuseka keringat yang membanjir membasahi selimutku. Tersenggal-senggal nafasku ketakutan. Gadisku, mimpi itu selalu datang dan tak pernah hilang dari ingatan. Kepergianmu malam itu menyisakan mendung yang terus menggayut di hatiku. Setiap malam aku terbunuh oleh rasa bersalah yang terus menikam ulu hatiku.
“Aku sekarat karena cintaku padamu”, ku teringat ucapanmu malam itu. Ah, ternyata kau benar. Sakit….
Kupejamkan mata, mencoba hadirkan bayangmu menghampiriku dengan senyum tersungging di bibir merahmu. Sejenak terdengar bunyi-bunyi alam membelai dengan lembut. Perasaan halus menyentuh, dan melodi pun mengalun…
“Buatlah aku terlelap dan buailah diriku, dengan lagu-lagu terindahmu. Yang penuh rasa kasih, hingga membuatku terlelap dalam tidur. Tenangkanlah pikiranku, dengan makna syairmu. Datanglah padaku…karena kekuatanmulah yang dapat menyembuhkan sakitku dengan cepat, meskipun tidak menghilangkan demamku. Datanglah padaku…seperti kesunyian pagi atau seperti rintik hujan membasahi bumi.”
Gadisku….dimanakah kini kau berada?
Kemana aku harus mencarimu?
Aku merindukan kehadiranmu, aku membutuhkanmu.
*******Waktu semakin cepat berlalu. Menorehkan kisah yang baru saja kita lewati menjadi cerita sejarah yang akan bersambung atau terhenti. Tanpa terasa 6 tahun telah kulalui tanpa gadisku. Yahh, gadisku menghilang sejak terakhir kali dia datang untuk melamarku. Sekarang dia ada dimana dan bagaimana kabarnya, aku tidak tahu. Masih teringat jelas dalam ingatan peristiwa malam itu. 
Yank, aku datang melamarmu. Aku tak kan lagi memaksamu untuk datang melamarku. Aku tak sanggup menunggu kedatanganmu untuk menepati janjimu. Aku sekarat karena cintaku padamu. Malam ini, aku datang melamarmu untuk jadi……..”.
“Plakkk!!!” tanpa sadar tangan ini terayun menampar pipi gadisku.   
Yank, apa salahku?” terlihat jelas raut wajahnya penuh dengan kebingungan.
“Kenapa kamu datang lagi padaku. Sudah kukatakan berulang kali bahwa aku tidak mau datang melamarmu. Kenapa mesti kamu datang lagi! Bahkan datang untuk menggantikan janjiku. Aku bosan mendengar rengekanmu!”. Sepertinya saat itu detak jantungku mengikuti irama genderang yang ditabuh ketika berperang, darahku mendidih dan seakan terpompa keluar dari ubun-ubun. Tak pernah terbayangkan olehku sendiri bagaimana raut wajahku saat itu.
Yank, kamu……,” terdengar lirih suaranya tercekat ditenggorokan. Terlihat jelas mendung menggayut di kedua matanya berusaha untuk ditahannya agar tidak jatuh. Namun, api kemarahan membakarku, tak ku hiraukan lagi bagaimana perasaanku padanya. Tiba-tiba……
Gadisku berpaling dan berlari meninggalkanku dengan airmata yang tertumpah karena tak bisa lagi ditahannya.
“Nyess…”. Sekilas cahaya bening menyejukkan tampak dari pantulan cahaya lampu 5 watt. Airmata yang terpercik ke udara dan tersapu rambut panjangnya mengenai wajahku. Perlahan api kemarahan yang membakar akal sehatku mulai padam. Saat ku tersadar, gadisku telah berlari semakin jauh dariku, dan akhirnya menghilang dalam pekatnya malam.
Ingin ku mengejarnya. Namun, keangkuhan memberatkan kakiku tuk melangkah. Ku terpatung di depan pintu rumah. Perlahan perasaan sesal merayap dan hinggap di relung hatiku.
“Aku terbang menembus pekat malam tanpa bintang, berselimut kabut tipis di angkasa. Tetes embun yang tertampung oleh lembaran daun, perlahan menyusuri peruratan terjatuh dari tepian. Tiupan mesra sang bayu membuat bulu kuduk meremang. Sepi…kosong…hampa yang terasa. Seseorang…satu-satunya cahaya yang menerangi gulitaku. Meredup…semakin jauh…dan menghilang. Di ujung jalan…”.
Maafkan aku gadisku. Aku lakukan ini sungguh karena aku sangat mencintaimu. Aku tak sanggup jika nantinya dirimu berkubang dalam rasa sakit.
Langit yang sejak sore tadi berwajah muram sepertinya enggan untuk berhenti meneteskan airmata. Meskipun tidak deras, namun cukup membuat jendela kamarku buram berembun. Semilir Sang Bayu yang menerobos masuk melewati celah-celah kamarku membuatku bergidik kedinginan. Kurapatkan tubuhku dibawah selimut, namun tidak juga memberiku kehangatan. Ahh, khayalan bersamamu kembali hadir dalam anganku. Mengoyak terali yang membelenggu hasrat rindu padamu. Akankah perasaanmu masih sama terhadapku?  
******
Ombak menari bergulung-gulung tertimpa sinar berwarna jingga keperakan. Riak ombak kecil dipantai berpasir putih menjilati kaki kami perlahan. Nyiur melambai dan burung seolah bernyanyi menghanyutkan perasaan dalam kedamaian. Tak cukup banyak kata yang bisa kuurai tuk melukiskan rasa yang saat itu kurasa.
Namun, entah dari mana datangnya, tiba-tiba segulung ombak besar menyeret gadisku dalam dekapannya. Menepiskan genggaman tanganku, mendorongku hingga tersungkur. Kami terpisah.
Yank…!!!”, teriaknya sekuat tenaga kala itu.
“Tidak, lepaskan gadisku…. lepaskan!”, ku mencoba mengejarnya, tetapi semua sia-sia. Badanku serasa lemas tak berdaya. Tenaga seperti terkuras habis. Gulungan ombak membawa pergi gadisku dalam dekapannya.
Semakin menjauh…….
Yank……!!!”, sayup-sayup masih kudengar teriaknya.
******
“Tidak….. tidak…..!!!”
Oh….ternyata aku bermimpi. Kuseka keringat yang membanjir membasahi selimutku. Tersenggal-senggal nafasku ketakutan. Gadisku, mimpi itu selalu datang dan tak pernah hilang dari ingatan. Kepergianmu malam itu menyisakan mendung yang terus menggayut di hatiku. Setiap malam aku terbunuh oleh rasa bersalah yang terus menikam ulu hatiku.
“Aku sekarat karena cintaku padamu”, ku teringat ucapanmu malam itu. Ah, ternyata kau benar. Sakit….
Kupejamkan mata, mencoba hadirkan bayangmu menghampiriku dengan senyum tersungging di bibir merahmu. Sejenak terdengar bunyi-bunyi alam membelai dengan lembut. Perasaan halus menyentuh, dan melodi pun mengalun…
“Buatlah aku terlelap dan buailah diriku, dengan lagu-lagu terindahmu. Yang penuh rasa kasih, hingga membuatku terlelap dalam tidur. Tenangkanlah pikiranku, dengan makna syairmu. Datanglah padaku…karena kekuatanmulah yang dapat menyembuhkan sakitku dengan cepat, meskipun tidak menghilangkan demamku. Datanglah padaku…seperti kesunyian pagi atau seperti rintik hujan membasahi bumi.”
Gadisku….dimanakah kini kau berada?
Kemana aku harus mencarimu?
Aku merindukan kehadiranmu, aku membutuhkanmu.
*******

Selasa, 18 Desember 2012

TEKNIK WHOLE MOUNT PADA PEMBUATAN SEDIAAN UTUH EMBRIO AYAM


Wholemount merupakan sediaan mikroteknik keseluruhan dari suatu objek yang diamati. Embrio ayam merupakan salah satu model tepat untuk teknik wholemount. 

Tahap persiapan
            Pada tahap ini terlebih dahulu ditentukan umur embrio ayam yang diinginkan yang sebaiknya berumur 24 jam, 33 jam, dan 48 jam. Objek yang digunakan untuk sediaan, dalam hal ini embrio ayam terlebih dahulu diinkubasi di dalam dalam inkubator pada suhu 39oC atau 103oF. Umur embrio ditentukan mulai jam ke-0 setelah telur dikeluarkan oleh induk.
            Pada tahap ini juga dilakukan pembuatan larutan yang dibutuhkan untuk pembuatan preparat. Adapun larutan yang dibutuhkan yaitu:
1.      Larutan fisiologis (salin) dengan suhu 39o C.
2.      Larutan alkohol 70%-asam (HCl 0,1 % dalam alkohol 70%). Misalnya untuk membuat 100 ml larutan diferensiasi maka dibutuhkan 0,1 ml HCl diencerkan dalam alkohol 70% sebanyak 99,9 ml.
3.       Larutan fiksatif formol-nitrate. Larutan ini dibuat dengan perbandingan formalin 10% dan asam nitrate 10% sebesar 3: 1. Misalnya kita akan membuat 20 ml larutan formol-nitrate, maka dibutuhkan 15 ml larutan formalin 10% dan 5 ml asam nitrate 10%.
4.      Larutan fiksatif Bouin (pikro-sulfat). Larutan ini dibuat dengan komposisi asam pikrat jenuh sebanyak 75 ml, formalin 25 ml dan asam cuka glasial 5 ml. Larutan ini dapat digunakan untuk jaringan hewan maupun tumbuhan. Objek dapat disimpan lama didalam larutan fiksatif ini dan tidak rusak selama mengeras.
Larutan fiksatif yang digunakan berfungsi untuk mematikan sel-sel dalam jaringan tanpa merusak bentuk dan struktur jaringan tersebut, melindungi jaringan dari larutan yang diberikan selanjutnya, menunjukkan perubahan yang disebabkan oleh diferensiasi optik karena pergantian indeks bias dan membuat sel-sel dalam jaringan keras.
Untuk pewarnaan embrio ayam digunakan hematoxylin Delafield. Larutan ini merupakan larutan yang kuat dan harus diencerkan dengan aquadest dengan perbandingan 1:1 atau 1:2. Pewarnaan ini menghasilkan warna biru setelah dicuci dengan air kran yang mengandung lithium karbonat. Adapun komposisi dari pewarna ini adalah aquadest 100 ml, amonium alum 20 gram, alkohol absolut 10 ml, gliserin 25 ml, metanol 25 ml, dan hematoxylin 1 gram. Cara pembuatannya yaitu:
Ø  Menjenuhkan 100 ml aquadest dengan 20 gram amonium alum (= amonium alumunium sulfat).
Ø  Melarutkan 1 gram hematoxylin ke dalam 10 ml alkohol absolut.
Ø  Menambahkan larutan hematoxylin tersebut setetes demi setetes ke dalam larutan alum (butir 1)
Ø  Menempatkan larutan tersebut didalam botol yang berleher sempit dan membiarkan botol tersebut tanpa tutup dipanas matahari selama beberapa minggu (waktu yang baik sekitar 6 minggu dan tidak lebih dari 2 bulan, sampai masak).
Ø  Apabila sudah masak, menyaring larutan tersebut dengan kertas filter dan menambahkan 25 ml gliserin dan 25 ml metanol.
Ø  Pada hari berikutnya larutan tersebut disaring dengan kertas filter kemudian menyimpannya dalam botol dan ditutup rapat.

Tahap Pembuatan Sediaan
Telur ayam fertil ayam kampung yang telah diinkubasi dipecah
Dimasukkan ke dalam larutan fisiologis 100 ml dengan suhu 39oC
 
Meneteskan larutan fiksatif formol-nitrate (20 menit)
Menggunting tepi luar embrio dan membersihkan selaput vitelin serta yolk
 Meletakkan embrio di kaca arloji yang berisi aquadest dan direntangkan

Membuat lubang bundar yang lebih besar dari embrio pada kertas saring
Meletakkan kertas saring diatas embrio, sehingga bagian kiri dan kanan dan sekitar embrio menempel pada kertas saring
Merendam embrio dalam larutan fiksatif pikro-sulfat dan larutan Bouin selama
6-24 jam
Cuci dengan alkohol 70% sampai warna fiksatif hilang
 
Merendam embrio dalam alkohol 50%, 30%, masing-masing 30 menit
 
Merendam dalam aquades selama 30 menit
 
Mewarnai sediaan dengan hematoxylin delafield selama 1 malam
Diferensiasi menggunakan alkohol 70%-asam (HCl 0,1% dalam alkohol 70%), hingga anatomi dalam nampak jelas.
 
Mencuci dengan air kran yang mengandung Lithium Karbonat sampai berwarna biru.
Dehidrasi menggunakan alkohol 50%, 70%, 95% dan 100%, masing-masing selama 10-15 menit
 
Melepaskan embrio dari kertas saring dan menjernihkannya dalam terpineal selama 10-15 menit.
Melekatkan preparat didalam balsam

Setelah kita mendapatkan telur ayam dengan berbagai usia yang kita inginkan dan kita rawat di dalam kondisi yang sesuai di dalam inkubator, maka langkah selanjutnya adalah mendapatkan embrio ayam serta memberikan beberapa perlakuan untuk mendapatkan sediaan embrio ayam yang bagus. Langkah awal yaitu memecah telur ayam dengan hati-hati dan memisahkan embrio ayam tersebut dari masa telur lainnya. Untuk memecah telur tersebut digunakan pisau dan dengan hati- hati memecah telur tersebut. Kemudian meletakkan seluruh isi telur pada bejana/ wadah/ mangkok yang berisi larutan fisiologis (salin) sebanyak 100 ml yaitu sampai seluruh masa telur dapat terendam pada suhu yang hangat sekitar 390C untuk proses pembersihan. Larutan fisiologis ini berfungsi untuk menjaga keadaan sel embrio agar tetap hidup selama kita membersihkan embrio dari masa sel lain dan selaput- selaput yang melindungi embrio. Sedangkan suhu 390C larutan fisiologis tersebut memberikan kondisi yang sesuai untuk kehidupan embrio dan sama dengan suhu selama inkubasi. Dengan larutan fisiologis tersebut, embrio akan terletak di bagian atas pada larutan, karena larutan garam fisiologis menyerap masa sel lain seperti albumin dan kuning telur dan memudahkan kita untuk memisahkan embrio dari masa telur tersebut.
Setelah embrio ayam cukup bersih dari masa telur yang lain kemudian dilanjutkan dengan proses fiksasi dengan menggunakan larutana fiksatif formol-nitrat pada embrio selama krang lebh 20 menit. Fiksasi merupakan tahap permulaan yang penting dalam pembuatan sediaan. Adapun tujuan fiksasi adalah untuk mematikan sel- sel dalam jaringan tanpa merusak bentuk dan struktur- strukturnya, melindungi kehancuran  dari larutan-larutan berikutnya dan menunjukkan perubahan yang disebabkan oleh diferensiasi optik karena pengantian indeks bisa serta membuat sel- sel dalam jaringan menjadi keras. Dengan adanya proses fiksatif ini akan menudahkan kita untuk melakukan pewarnaan dan perlakuan lebih lanjut karena organ tidak lunak lagi.
Setelah proses fisasi embrio, selanjutnya embrio ayam tersebut dibersihkan dari sisa- sisa selaput yang kemungkinan masih menempel pada embrio, seperti selaput vitelin dan kuning telur yang masih tertinggal dengan dari pengguntingan dalam larutan aquades. Kemudian merentangkan embrio ayam agar tidak ada bagian yang berkerut. Kemudian membuat lobang pada kertas saring berukuran lebih besar dari embrio ayam kemudian meletakkan kertas saring tersebut di atas embrio sehingga bagian kiri dan kanan serta sekitar embrio menempel pada kertas saring. Proses selanjutnya dlanjutkan dengan fiksasi dengan pikro-sulfat atau larrutan Bouin selama 6 sampai 24 jam. Selanjutnya larutan fiksatif tersebut dihilangkan dengan alkohol 70% hingga warna larutan fiksatif hilang.
Sebelum dilakukan pewarnaan terhadap embrio, sebelumnya dilakukan perendaman terlebih dahulu dengan mennggunakan larutan alkohol 50%, 30% masing- masing 0,5 jam, kemudian dilanjutkan dengan perendaman dengan larutan aquades selama 0,5 jam. Perendaman ini bertujuan untuk proses rehidrasi sel-sel embrio ayam. Pewarnaan terhadap embrio ayam menggunakan hematoxylin delafield selama 1 malam. Hematoxylin delafield ini merupakan salah satu pewarna alami untuk mewarna embrio ayam. Pewarna ini cukup kuat dan diencerkan di dalam aquades dengan perbandingan 1:1 dan 1:2. Dengan zat warna ini, maka embrio akan terwarnai. Selanjutnya setelah pewarnaan makan dilanjutkan dengan differensiasi untuk menampakkan anatomi tubuh embrio lebih jelas. Dalam pembuatan sediaan embrio ayam ini, proses dehidrasi dilakukan dengan mennggunakan alkohol 70%-asam. Setelah ini warna pewarna dilunturkan dengan dengan pencucian menggunakan air kran hingga warna menjadi biru.
Setelah pencucian, proses selanjutnya yaitu dehidrasi. Dehidrasi berarti pengambilan air dari dalam jaringan. Tahap ini merupakan tahap yang penting setelah jaringan atau objek mengalami fiksasi atau pencucian, karena larutan fiksatif dan larutan untuk pencucian banyak mengandung air. Pengambilan air ini perlu, karena masih adanya air dalam jaringan merupakan suatu penghalang bagi proses- proses selanjutnya. Untuk keperluan dehidrasi pada umumnya dipergunakan alkohol dengan kadar bertingkat dari onsentrasi yang lebih rendah berturut turut ke konsentrasi yang lebih tinggi. Dalam pembuatan sediaan embrio ayam menggunakan 4 tingkatan konsentrasi yaitu 50%, 70%, 95% dan 100%, masing- masing selama 10- 15 menit.  Jaringan embrio ayam bukan merupakan jaringan yang keras dan berkayu sehingga waktu yang dibutuhkan untuk proses dehidrasi ini tidak terlalu lama.
Setelah proses dehidrasi selesai maka dilakukan proses penjernihan. Sebelumnya kita perlu melepaskan terlebih dari kertas saring yang meekat pada embrio baru kemudian dilakukan penjernihan. Penjernihan ini bermaksud untuk menghilangkan alkohol dari dalam jaringan setelah mengalami dehidrasi dengan alkohol. Menurut Gray, lautan penjernih yang baik untuk membuat sediaan untuh (whole mount) adalaj terpinol (minyak esensial dari tanaman lilac).Zat ini lebih cepat bercampur dengan alkohol 90% dan baunya tidak merangsang serta tidak merusak jaringan.
Adapun proses terakhir setelah penjernihan yaitu proses mounting. Mounting ialah meletakkan zat perekat di antara kaca benda dan kaca penutup sehingga obyek atau irisan tnggal tetap, permanen di dalamnya dan dalam keadaan transparan, untuk pemeriksaan di bawah mikroskop. Zat perekat (mounting media/ mountant) yang digunakan adalah jenis zat perekat yang daat bercampur dengan air yaitu balsam. Balsam merupakan larutan dari suatu resin dalam terpentin dan mengandung sederetan hidrokarbon yang bertitik didih tinggi sebagai penjaga plastisitas balsam bila mengering. Dengan demikian embrio ayam telah dapat diamati dalam bentuk sediaan utuh (whole mounting).

Minggu, 16 Desember 2012

JANJI SANG PEREMPUAN (Part 2)


(Aku berjanji padanya untuk datang melamarnya ketika aku sudah dewasa. Janji yang disaksikan mentari di ufuk timur yang tersenyum tulus menyapa penduduk bumi. Pagi yang menyimpan sejuta kenangan...)

Itu peristiwa 11 tahun yang lalu. Ketika jiwa kami sama-sama sakit, dicambuki sesosok laki-laki yang memasukkan pisau kebencian pada kami. Entah, bagaimana kabarnya saat ini, kabar gadisku. Kami tak hendak membenci siapapun, tetapi kami teramat muak berdekatan dengan golongan mereka.
Sampai-sampai……
“Ternyata membuat bayi itu gampang”, teriak gadisku sepulang sekolah.
“Gampang? Seperti apa?”, tanyaku penuh rasa penasaran.
“Aku kemarin lihat ibu dan bapak berciuman bibir. Kata mereka, mereka akan buatkan aku adik, jadi…”, jawab gadisku seraya menatapku lekat-lekat.
“Maksudmu, ludah itu yang akan menjadi bayi?”, tanyaku meminta kejelasan makhluk cantik yang matanya berbinar itu.
“Ya!!”, jawabnya yang teramat singkat.
“Ayo kita coba!”, katanya seraya mendekatkan bibirnya pada bibirku.
“Nggak, jangan!”, kataku sambil mengelak.
“Kenapa, nggak suka?”, katanya tanpa melepas pelukannya.
“Bukan, aku hanya gak mau salah satu dari kita hamil”, jawabku. Sebuah alasan yang tepat bukan?
“Tapi, aku ingin membuktikan kebenaran ucapan orang tuaku”, rengeknya sambil menarik-narik lenganku.
“Gimana kalau kita satukan ludah kita di atas daun pisang itu, kalau aku sudah kerja dan bisa menghidupimu, akan kuberikan anak untukmu”, kataku mencoba menenangkannya.
Demikianlah penyatuan ludah atas nama cinta itu di atas selembar daun pisang sebagai pengganti rahim. Setiap hari sepulang sekolah kami selalu menengok calon bayi kami. Sampai seminggu tidak ada perubahan, malah ludah itu hilang begitu saja. Gadisku itu marah-marah dan menyalahkan aku karena tidak benar-benar berciuman dengannya.
“Aku cuma mau bayi, itu saja. Aku cuma mau buktikan kebenaran ucapan orang tuaku”, tangisnya pun pecah.
“Nanti, kalau aku sudah bisa menghidupimu, pasti aku benar-benar menciummu”, kataku mencoba hentikan tangisnya.
“Kau yang bunuh buah cinta kita, aku cuma ingin buktikan…….”, tangisnya masih belum reda. Gadisku berlari pulang meninggalkanku sendirian di ujung jalan.
******
Sebuah peristiwa masa lalu, potret keluguan gadis cilik. Sebentuk rasa penasaran yang teramat polos. Kau masih ingat janji itu. Sebuah janji yang terucap karena tancapan luka bapaknya yang teramat brengsek. Yah, kami sama-sama membenci nyawa sesosok lelaki yang pernah menitipkan benihnya pada rahim ibu kami. Sebuah kebetulan yang kami rasa bukan kebetulan. Haruskah kutepati janji itu? Sejatinya, aku sangat mencintainya dan inginkan dirinya jadi milikku.
Sore itu, sesosok gadis cantik tiba-tiba bergelayut mesra di lenganku. Gadisku yang dulu pernah kuucap janji padanya. Dia datang dengan tiba-tiba menggoyahkan kesembuhan lukaku.
Cyank, kita berjodoh ya!” katanya dengan teramat mesra.
“Kamu dimana saja?” kataku seraya menepiskan gelayutannya dengan lembut.
“Mencarimu, mencari janjimu. Kau masih ingat?” katanya dan tak lepaskan gelayutannya.
Matanya berbinar menatapku. Oh, kasihan kau gadisku. Lukamu ternyata belum sembuh.
“Ibumu baik-baik saja?”, tanyaku sedikit berbasa-basi.
“Baik, kenapa tak kau tanyakan kabarku? Aku sekarat menantimu, janjimu. Aku tak mau dilamar laki-laki brengsek manapun, siapapun itu!”, teriaknya membuatku bergidik ngeri.
“Jangan begitu, kau cantik, pandai. Pasti cuma laki-laki baik sajalah yang berani mendekatimu”, kataku menghiburnya. Mungkin gadisku sedikit butuh hiburan.
“Tapi aku cuma ingin kamu. Apa kau sudah punya lelaki? Berpaling dariku, gadis yang katamu amat cantik ini?” tanyanya goyahkan kemantapanku.
“Bukan, tapi aku cuma ingin kau bahagia”, kucoba tenangkan jiwanya.
“Aku bahagia kalau kau tepati janjimu”, desaknya dalam tangis. Ah, kenapa kau selalu menghabisi kemantapanku dengan tangis.
“Aku tak bisa memberimu anak!”.
“Aku tak ingin anak. Aku cuma ingin dirimu”, rengeknya dan tangisnya hendak dilepaskannya. Bahkan air matanya tak hanya dilepaskannya, tapi dibanjirkannya.
Gadisku yang kini liar itu makin liar dalam kejalangan senja. Dilepaskan gelayutannya dengan amat kasar lalu lari meninggalkanku. Aku tak mau mengejarnya. Harus bagaimana mesti kujelaskan padanya. Meskipun sesungguhnya aku sangat mencintainya, tapi haruskah jiwa ini menyatu? Aku bimbang. Maafkan aku gadisku.
Aku teramat sayang untuk menyakitinya.
“Ibuku sakit, tengoklah ibuku yang juga ibumu, meski baru calon”, rajuknya dalam mata yang membuat jiwaku takluk. Memalukan, aku yang teramat mandiri ini mengapa mesti takut pada matanya yang mampu mencipta gelombang-gelombang kasih dalam dadaku.
“Aku pasti menengoknya, hmmmmmm……..”. Aku kehabisan nafas, dilumatnya bibirku. Dibisikkannya kata-kata sayang yang membuat jiwaku melayang. Inginku membalas melumat bibir tipisnya. Tapi, hal ini mesti kutahan. Aku masih sadar bahwa jika perasaan ini berlanjut, akan lebih menyakiti hatinya.
“Ayolah, kapan kau lamar aku?”, tanyanya dalam mata yang bening. Apakah sebening jiwamu juga?
“Sudah kubilang, menikahlah dengan lelaki,…..” bujukku, tetapi dia tetap bersikeras menagih janjiku.
Sudah seminggu gadisku menghilang. Aku sudah mencarinya kerumah. Cuma ibunya yang kutemui, tergeletak lemah. Akhirnya gadisku pulang, berteriak histeris setelah tau ibunya meninggal, dan terpaksalah aku menemani malamnya. Dia melarangku ketika aku berpamitan pulang, tapi sungguh aku tak tahan lagi.
“Sudahlah, aku pergi dulu”, tegasku.
Senja yang teramat terik menghinggapi ragaku. Kiamat makin dekat. Haruskah kutepati janji itu? Tak jemu-jemunya ia menagih janji itu dan selalu aku menyarankannya untuk berdekatan dengan kaum lelaki.
“Ah, aku muak mendengar kata-katamu, aku tak butuh laki-laki, apa kau tak mengerti? Aku rela jadi tempat pengaduanmu yang kedua. Aku rela, sungguh”, kata-katanya masih dalam rengekan.
Sudah malam ke-103 dia tak datang padaku. Gadisku yang manja. Aku rindu gelayutan mesra tangannya.
“Ting tong!”. Ah siapa malam-malam begini bertamu, benar-benar tak tau sopan santun.
Yank, pa kabar?”, kata sesosok lelaki yang sepertinya kukenal. Oh, suara itu, suara gadisku, sepertinya. Ah sebegitu rindunyakah aku padanya? Sampai-sampai sesosok itu mengingatkanku pada gadisku.
“Aku gadismu, gadis yang ingin sekali kau lamar ank au hidupi.”
Sosok itu ternyata……
“Ah jangan bercanda, kau siapa heh berani-beraninya datang hanya untuk mencandaiku?”, gertakku.
“Ah kau masih saja kasar pada laki-laki. Ini aku, benar-benar gadis yang kau manjakan dulu, yang ludahku pernah bercampur dengan ludahmu. Aku gadismu….”, penjelasannya hanya bikin kepalaku tambah puyeng.
Aku cuma bisa terdiam
“Aku tau, kamu tak akan mau melamarku. Tapi, kini aku datang padamu. Aku melamarmu.”
Aku surut beberapa langkah. Haruskah kuterima sesosok itu, sesosok yang gantikan janjiku. Janji seorang anak yang belum akil balig.
******