Kisah ini bukan berawal
dari cinta pada pandangan pertama seperti halnya kebanyakan cerita remaja.
Kisah ini bukan sekedar fatamorgana di tengah gurun yang muncul dari keinginan hanya
untuk melepas dahaga. Kisah ini seperti hujan, tidak hanya memberi kesejukan
namun juga memberi alasan untuk sebuahkehidupan.
“Erditya”, satu nama
yang selalu membuat hatiku bergetar saat mengingatnya. Satu nama yang mampu
membuatku bertahan menghadapi kerasnya kehidupan. Satu nama yang sampai saat
ini tak pernah lekang oleh waktu dan kan terus bertahta dalam singgasana
hatiku.
Aku mengenalnya sejak
kami belum punya rasa malu ketika berlarian hanya mengenakan celana dalam dan
kaos kutang. Umurku terpaut 1 tahun lebih tua darinya. Rumahnya yang hanya
berjarak 100 meter dari rumahku, membuatku setiap saat selalu bersamanya. Orang
tua kami (ibu) bersahabat sejak kecil, dan persahabatan tersebut berlanjut juga
pada kami. Kami tumbuh dan menikmati masa-masa bermain bersama sebagai sepasang
kedono-kedini.
Seiring bumi berputar
pada porosnya, siang dan malam silih berganti. Seiring bumi berputar
mengelilingi matahari, tahun demi tahun berlalu. Bagaikan metamorfosis dari
seekor ulat yang berubah menjadi kepompong, kini “Er” menjelma menjadi kupu-kupu cantik yang selalu ada disampingku.
Sifatnya yang manja, riang, dan cerdas membuatku betah selalu disampingnya.
Perasaan untuk selalu menjaga dan melindunginya semakin subur tumbuh dalam
diriku.
******
Di pagi yang masih
kasip, lamat-lamat kudengar suara pintu kamar berderit. Mataku terlalu berat
untuk terbuka melihatnya. Sentuhan tangan mungil dan halus mendarat perlahan di
pinggangku.
“Kak bangun, kemarin
janji mau ajakin main ke tebing,” rengeknya sambil memainkan kelopak mataku
berusaha dibukanya. Sebenarnya aku sudah tidak berniat untuk tidur, namun mata
ini belum mau kompromi untuk dibuka.
Sebuah ciuman lembut
mendarat di pipi. Tersentak ku kaget dan mata ini benar-benar terbuka untuk
memastikan bahwa ciuman tadi bukan hanya sentuhan Sang Bayu yang menerobos dari celah-celah atap kamarku. Sejenak
kupandang sosok gadis disampingku dengan senyum tersungging manis dibibirnya.
Imaji ku berputar, sepasang kekasih mengenakan kostum hitam putih yang terbang
di kamarku berbisik menggoda.
“Senyummu
adalah keindahan tak terbatas. Menyiratkan sejuta kata tak terucap, merangkai
nada cinta. Mendesah merdu bersama alunan melodi harpa sang bayu. Memberi
kesejukan di relung kalbu. Satu pertanyaan yang selalu ada dalam benakku.
Akankah selalu kulihat senyum itu setiap waktu?”
“Kak, ayo nanti keburu
matahari terbit”, rengeknya membuyarkan sesi pemutaran film imaji di bioskop
khayalku. Segera ku beranjak ke kamar mandi membasuh muka, kuambil jaket dan
berjalan mengiringinya menuju tempat yang telah kujanjikan padanya.
Hembus angin langsung
menerpa wajahku ketika kubuka pintu rumah. Hawa dingin menelusup masuk ke
tulang sumsum. Kami berjalan merapat namun tetap dalam kebisuan. Sesekali
kucuri pandang mengagumi keindahan sang pencipta dalam sosok dirinya. Sepuluh
menit kemudian kita sampai di sebuah tebing yang menghadap ke samudera luas.
Kami duduk terdiam hanyut dalam perasaan masing-masing. Entah apa yang
dipikirkan gadisku saat itu. Kupejamkan mata menikmati suasana.
“Dibawah naungan Tamarindus indica di pagi yang temaram. Memperhatikan
sang Surya malu-malu memadukan kombinasi warna di kanvas angkasa. Tergetar hati
menikmati keindahan nyiur melambai menari gemulai mengikuti alunan harmonica
sang Bayu. Riuh kicau Sterna nilotica bersahut gembira di antara ikan kecil yang
berloncatan riang. Debur ombak yang menghantam celah-celah karang menyuarakan
syair menentramkan jiwa. Kelip-kelip lampu kapal di lautan tampak indah di
kejauhan. Damai pagi ini...”
Kubuka mata dan menoleh kearahnya, ternyata
gadisku juga menoleh kearahku. Kami saling menatap. Segera kupalingkan kepala
berusaha menghindar tatap matanya. Terasa aneh…tapi aku suka perasaan itu. Ya
Tuhan….apa yang terjadi denganku saat ini. Perasaan ini semakin tumbuh subur
seperti cendawan di musim penghujan. Aku sadar dengan berbagai alasan bahwa aku
harus memendam perasaan itu entah sampai kapan. Namun…..
“Kak…”, sebuah
panggilan pelan keluar dari bibir tipisnya. Jemari tangannya yang sejak tadi
dimasukkan dalam saku jaketnya telah berpindah menggenggam jemari tanganku.
Kurasakan hangat yang merangsang pembuluh darah mempercepat alirannya menuju
seluruh tubuh. Jantungku dag dig dug berdetak lebih cepat dari normal.
“Iya….”, kujawab
singkat panggilannya tanpa menoleh kearahnya karena menahan gugup. Bersamaan
dengan moment itu lamat-lamat kudengar sekumpulan kepiting berdendang.
“Ditepi
pantai pasir putih. Riak-riak debur ombak menjilati kaki kami yang telanjang. Semburat
jingga terang di ufuk timur tersenyum tulus menyapa jiwa-jiwa setiap insan. Kicau
Passerin bersahutan dendangkan lagu tentang indahnya cinta. Kedamaian menelusup
relung kalbu saat kebersamaan terpatri dalam genggaman tangan.”
“Kalo
dah gede lamar aku ya!”, pinta gadis yang teramat polos itu.
“Emang boleh, kita kan perempuan?”,
tanyaku ragu sekaligus kaget dengan apa yang ku dengar barusan.
“Pura-pura
jadi laki-laki aja”, katanya mencoba meyakinkanku.
“Pake’ celana dan berkumis?”, tanyaku
masih dalam keraguan.
“Bukankah
Han Wen sebenarnya juga perempuan”, katanya sambil menatapku lekat-lekat.
“Kenapa
mesti aku yang jadi Han Wen, aku juga cantik seperti Pai Su Jen!”, kataku
berontak.
“Tapi
rambutmu pendek, bukankah rambut Pai Su Jen sama panjangnya dengan rambutku?
Janji ya, datang untuk lamar aku!”, katanya tak mau kalah. Gadisku ini memang
tak ingin dikalahkan oleh siapapun, termasuk aku yang katanya belahan jiwanya.
Akupun berjanji padanya untuk datang melamarnya ketika aku sudah dewasa. Janji
yang disaksikan mentari di ufuk timur yang tersenyum tulus menyapa penduduk
bumi. Pagi yang menyimpan sejuta kenangan.
******
A. V. Nanda
D. Tyas N.
Assalamu Alaikum wr-wb, perkenalkan nama saya ibu Rosnida zainab asal Kalimantan Timur, saya ingin mempublikasikan KISAH KESUKSESAN saya menjadi seorang PNS. saya ingin berbagi kesuksesan keseluruh pegawai honorer di instansi pemerintahan manapun, saya mengabdikan diri sebagai guru disebuah desa terpencil, dan disini daerah tempat saya mengajar hanya dialiri listrik tenaga surya, saya melakukan ini demi kepentingan anak murid saya yang ingin menggapai cita-cita, Sudah 9 tahun saya jadi tenaga honor belum diangkat jadi PNS Bahkan saya sudah 4 kali mengikuti ujian, dan membayar 70 jt namun hailnya nol uang pun tidak kembali, bahkan saya sempat putus asah, pada suatu hari sekolah tempat saya mengajar mendapat tamu istimewa dari salah seorang pejabat tinggi dari kantor BKN pusat karena saya sendiri mendapat penghargaan pengawai honorer teladan, disinilah awal perkenalan saya dengan beliau, dan secara kebetulan beliau menitipkan nomor hp pribadinya dan 3 bln kemudian saya pun coba menghubungi beliau dan beliau menyuruh saya mengirim berkas saya melalui email, Satu minggu kemudian saya sudah ada panggilan ke jakarta untuk ujian, alhamdulillah berkat bantuan beliau saya pun bisa lulus dan SK saya akhirnya bisa keluar,dan saya sangat berterimah kasih ke pada beliau dan sudah mau membantu saya, itu adalah kisah nyata dari saya, jika anda ingin seperti saya, anda bisa Hubungi Bpk Drs Tauhid SH Msi No Hp 0853-1144-2258. siapa tau beliau masih bisa membantu anda, Wassalamu Alaikum Wr Wr ..
BalasHapus