(Aku berjanji padanya untuk datang
melamarnya ketika aku sudah dewasa. Janji yang disaksikan mentari di ufuk timur
yang tersenyum tulus menyapa penduduk bumi. Pagi yang menyimpan sejuta kenangan...)
Itu
peristiwa 11 tahun yang lalu. Ketika jiwa kami sama-sama sakit, dicambuki
sesosok laki-laki yang memasukkan pisau kebencian pada kami. Entah, bagaimana
kabarnya saat ini, kabar gadisku. Kami tak hendak membenci siapapun, tetapi
kami teramat muak berdekatan dengan golongan mereka.
Sampai-sampai……
“Ternyata
membuat bayi itu gampang”, teriak gadisku sepulang sekolah.
“Gampang?
Seperti apa?”, tanyaku penuh rasa penasaran.
“Aku
kemarin lihat ibu dan bapak berciuman bibir. Kata mereka, mereka akan buatkan
aku adik, jadi…”, jawab gadisku seraya menatapku lekat-lekat.
“Maksudmu,
ludah itu yang akan menjadi bayi?”, tanyaku meminta kejelasan makhluk cantik
yang matanya berbinar itu.
“Ya!!”,
jawabnya yang teramat singkat.
“Ayo
kita coba!”, katanya seraya mendekatkan bibirnya pada bibirku.
“Nggak,
jangan!”, kataku sambil mengelak.
“Kenapa,
nggak suka?”, katanya tanpa melepas pelukannya.
“Bukan,
aku hanya gak mau salah satu dari kita hamil”, jawabku. Sebuah alasan yang
tepat bukan?
“Tapi,
aku ingin membuktikan kebenaran ucapan orang tuaku”, rengeknya sambil
menarik-narik lenganku.
“Gimana
kalau kita satukan ludah kita di atas daun pisang itu, kalau aku sudah kerja
dan bisa menghidupimu, akan kuberikan anak untukmu”, kataku mencoba
menenangkannya.
Demikianlah
penyatuan ludah atas nama cinta itu di atas selembar daun pisang sebagai
pengganti rahim. Setiap hari sepulang sekolah kami selalu menengok calon bayi
kami. Sampai seminggu tidak ada perubahan, malah ludah itu hilang begitu saja.
Gadisku itu marah-marah dan menyalahkan aku karena tidak benar-benar berciuman
dengannya.
“Aku
cuma mau bayi, itu saja. Aku cuma mau buktikan kebenaran ucapan orang tuaku”,
tangisnya pun pecah.
“Nanti,
kalau aku sudah bisa menghidupimu, pasti aku benar-benar menciummu”, kataku
mencoba hentikan tangisnya.
“Kau
yang bunuh buah cinta kita, aku cuma ingin buktikan…….”, tangisnya masih belum
reda. Gadisku berlari pulang meninggalkanku sendirian di ujung jalan.
******
Sebuah
peristiwa masa lalu, potret keluguan gadis cilik. Sebentuk rasa penasaran yang
teramat polos. Kau masih ingat janji itu. Sebuah janji yang terucap karena
tancapan luka bapaknya yang teramat brengsek. Yah, kami sama-sama membenci
nyawa sesosok lelaki yang pernah menitipkan benihnya pada rahim ibu kami.
Sebuah kebetulan yang kami rasa bukan kebetulan. Haruskah kutepati janji itu?
Sejatinya, aku sangat mencintainya dan inginkan dirinya jadi milikku.
Sore
itu, sesosok gadis cantik tiba-tiba bergelayut mesra di lenganku. Gadisku yang
dulu pernah kuucap janji padanya. Dia datang dengan tiba-tiba menggoyahkan
kesembuhan lukaku.
“Cyank, kita berjodoh ya!” katanya dengan
teramat mesra.
“Kamu
dimana saja?” kataku seraya menepiskan gelayutannya dengan lembut.
“Mencarimu,
mencari janjimu. Kau masih ingat?” katanya dan tak lepaskan gelayutannya.
Matanya
berbinar menatapku. Oh, kasihan kau gadisku. Lukamu ternyata belum sembuh.
“Ibumu
baik-baik saja?”, tanyaku sedikit berbasa-basi.
“Baik,
kenapa tak kau tanyakan kabarku? Aku sekarat menantimu, janjimu. Aku tak mau
dilamar laki-laki brengsek manapun, siapapun itu!”, teriaknya membuatku
bergidik ngeri.
“Jangan
begitu, kau cantik, pandai. Pasti cuma laki-laki baik sajalah yang berani
mendekatimu”, kataku menghiburnya. Mungkin gadisku sedikit butuh hiburan.
“Tapi
aku cuma ingin kamu. Apa kau sudah punya lelaki? Berpaling dariku, gadis yang
katamu amat cantik ini?” tanyanya goyahkan kemantapanku.
“Bukan,
tapi aku cuma ingin kau bahagia”, kucoba tenangkan jiwanya.
“Aku
bahagia kalau kau tepati janjimu”, desaknya dalam tangis. Ah, kenapa kau selalu
menghabisi kemantapanku dengan tangis.
“Aku
tak bisa memberimu anak!”.
“Aku
tak ingin anak. Aku cuma ingin dirimu”, rengeknya dan tangisnya hendak
dilepaskannya. Bahkan air matanya tak hanya dilepaskannya, tapi dibanjirkannya.
Gadisku
yang kini liar itu makin liar dalam kejalangan senja. Dilepaskan gelayutannya
dengan amat kasar lalu lari meninggalkanku. Aku tak mau mengejarnya. Harus
bagaimana mesti kujelaskan padanya. Meskipun sesungguhnya aku sangat
mencintainya, tapi haruskah jiwa ini menyatu? Aku bimbang. Maafkan aku gadisku.
Aku
teramat sayang untuk menyakitinya.
“Ibuku
sakit, tengoklah ibuku yang juga ibumu, meski baru calon”, rajuknya dalam mata
yang membuat jiwaku takluk. Memalukan, aku yang teramat mandiri ini mengapa
mesti takut pada matanya yang mampu mencipta gelombang-gelombang kasih dalam
dadaku.
“Aku
pasti menengoknya, hmmmmmm……..”. Aku kehabisan nafas, dilumatnya bibirku.
Dibisikkannya kata-kata sayang yang membuat jiwaku melayang. Inginku membalas
melumat bibir tipisnya. Tapi, hal ini mesti kutahan. Aku masih sadar bahwa jika
perasaan ini berlanjut, akan lebih menyakiti hatinya.
“Ayolah,
kapan kau lamar aku?”, tanyanya dalam mata yang bening. Apakah sebening jiwamu
juga?
“Sudah
kubilang, menikahlah dengan lelaki,…..” bujukku, tetapi dia tetap bersikeras
menagih janjiku.
Sudah
seminggu gadisku menghilang. Aku sudah mencarinya kerumah. Cuma ibunya yang
kutemui, tergeletak lemah. Akhirnya gadisku pulang, berteriak histeris setelah
tau ibunya meninggal, dan terpaksalah aku menemani malamnya. Dia melarangku
ketika aku berpamitan pulang, tapi sungguh aku tak tahan lagi.
“Sudahlah,
aku pergi dulu”, tegasku.
Senja
yang teramat terik menghinggapi ragaku. Kiamat makin dekat. Haruskah kutepati
janji itu? Tak jemu-jemunya ia menagih janji itu dan selalu aku menyarankannya
untuk berdekatan dengan kaum lelaki.
“Ah,
aku muak mendengar kata-katamu, aku tak butuh laki-laki, apa kau tak mengerti?
Aku rela jadi tempat pengaduanmu yang kedua. Aku rela, sungguh”, kata-katanya
masih dalam rengekan.
Sudah
malam ke-103 dia tak datang padaku. Gadisku yang manja. Aku rindu gelayutan
mesra tangannya.
“Ting
tong!”. Ah siapa malam-malam begini bertamu, benar-benar tak tau sopan santun.
“Yank, pa kabar?”, kata sesosok lelaki
yang sepertinya kukenal. Oh, suara itu, suara gadisku, sepertinya. Ah sebegitu
rindunyakah aku padanya? Sampai-sampai sesosok itu mengingatkanku pada gadisku.
“Aku
gadismu, gadis yang ingin sekali kau lamar ank au hidupi.”
Sosok
itu ternyata……
“Ah
jangan bercanda, kau siapa heh berani-beraninya datang hanya untuk
mencandaiku?”, gertakku.
“Ah
kau masih saja kasar pada laki-laki. Ini aku, benar-benar gadis yang kau
manjakan dulu, yang ludahku pernah bercampur dengan ludahmu. Aku gadismu….”,
penjelasannya hanya bikin kepalaku tambah puyeng.
Aku
cuma bisa terdiam
“Aku
tau, kamu tak akan mau melamarku. Tapi, kini aku datang padamu. Aku melamarmu.”
Aku
surut beberapa langkah. Haruskah kuterima sesosok itu, sesosok yang gantikan
janjiku. Janji seorang anak yang belum akil
balig.
******
Assalamu Alaikum wr-wb, perkenalkan nama saya ibu Rosnida zainab asal Kalimantan Timur, saya ingin mempublikasikan KISAH KESUKSESAN saya menjadi seorang PNS. saya ingin berbagi kesuksesan keseluruh pegawai honorer di instansi pemerintahan manapun, saya mengabdikan diri sebagai guru disebuah desa terpencil, dan disini daerah tempat saya mengajar hanya dialiri listrik tenaga surya, saya melakukan ini demi kepentingan anak murid saya yang ingin menggapai cita-cita, Sudah 9 tahun saya jadi tenaga honor belum diangkat jadi PNS Bahkan saya sudah 4 kali mengikuti ujian, dan membayar 70 jt namun hailnya nol uang pun tidak kembali, bahkan saya sempat putus asah, pada suatu hari sekolah tempat saya mengajar mendapat tamu istimewa dari salah seorang pejabat tinggi dari kantor BKN pusat karena saya sendiri mendapat penghargaan pengawai honorer teladan, disinilah awal perkenalan saya dengan beliau, dan secara kebetulan beliau menitipkan nomor hp pribadinya dan 3 bln kemudian saya pun coba menghubungi beliau dan beliau menyuruh saya mengirim berkas saya melalui email, Satu minggu kemudian saya sudah ada panggilan ke jakarta untuk ujian, alhamdulillah berkat bantuan beliau saya pun bisa lulus dan SK saya akhirnya bisa keluar,dan saya sangat berterimah kasih ke pada beliau dan sudah mau membantu saya, itu adalah kisah nyata dari saya, jika anda ingin seperti saya, anda bisa Hubungi Bpk Drs Tauhid SH Msi No Hp 0853-1144-2258. siapa tau beliau masih bisa membantu anda, Wassalamu Alaikum Wr Wr ..
BalasHapus