all about me

Minggu, 16 Desember 2012

JANJI SANG PEREMPUAN (Part 2)


(Aku berjanji padanya untuk datang melamarnya ketika aku sudah dewasa. Janji yang disaksikan mentari di ufuk timur yang tersenyum tulus menyapa penduduk bumi. Pagi yang menyimpan sejuta kenangan...)

Itu peristiwa 11 tahun yang lalu. Ketika jiwa kami sama-sama sakit, dicambuki sesosok laki-laki yang memasukkan pisau kebencian pada kami. Entah, bagaimana kabarnya saat ini, kabar gadisku. Kami tak hendak membenci siapapun, tetapi kami teramat muak berdekatan dengan golongan mereka.
Sampai-sampai……
“Ternyata membuat bayi itu gampang”, teriak gadisku sepulang sekolah.
“Gampang? Seperti apa?”, tanyaku penuh rasa penasaran.
“Aku kemarin lihat ibu dan bapak berciuman bibir. Kata mereka, mereka akan buatkan aku adik, jadi…”, jawab gadisku seraya menatapku lekat-lekat.
“Maksudmu, ludah itu yang akan menjadi bayi?”, tanyaku meminta kejelasan makhluk cantik yang matanya berbinar itu.
“Ya!!”, jawabnya yang teramat singkat.
“Ayo kita coba!”, katanya seraya mendekatkan bibirnya pada bibirku.
“Nggak, jangan!”, kataku sambil mengelak.
“Kenapa, nggak suka?”, katanya tanpa melepas pelukannya.
“Bukan, aku hanya gak mau salah satu dari kita hamil”, jawabku. Sebuah alasan yang tepat bukan?
“Tapi, aku ingin membuktikan kebenaran ucapan orang tuaku”, rengeknya sambil menarik-narik lenganku.
“Gimana kalau kita satukan ludah kita di atas daun pisang itu, kalau aku sudah kerja dan bisa menghidupimu, akan kuberikan anak untukmu”, kataku mencoba menenangkannya.
Demikianlah penyatuan ludah atas nama cinta itu di atas selembar daun pisang sebagai pengganti rahim. Setiap hari sepulang sekolah kami selalu menengok calon bayi kami. Sampai seminggu tidak ada perubahan, malah ludah itu hilang begitu saja. Gadisku itu marah-marah dan menyalahkan aku karena tidak benar-benar berciuman dengannya.
“Aku cuma mau bayi, itu saja. Aku cuma mau buktikan kebenaran ucapan orang tuaku”, tangisnya pun pecah.
“Nanti, kalau aku sudah bisa menghidupimu, pasti aku benar-benar menciummu”, kataku mencoba hentikan tangisnya.
“Kau yang bunuh buah cinta kita, aku cuma ingin buktikan…….”, tangisnya masih belum reda. Gadisku berlari pulang meninggalkanku sendirian di ujung jalan.
******
Sebuah peristiwa masa lalu, potret keluguan gadis cilik. Sebentuk rasa penasaran yang teramat polos. Kau masih ingat janji itu. Sebuah janji yang terucap karena tancapan luka bapaknya yang teramat brengsek. Yah, kami sama-sama membenci nyawa sesosok lelaki yang pernah menitipkan benihnya pada rahim ibu kami. Sebuah kebetulan yang kami rasa bukan kebetulan. Haruskah kutepati janji itu? Sejatinya, aku sangat mencintainya dan inginkan dirinya jadi milikku.
Sore itu, sesosok gadis cantik tiba-tiba bergelayut mesra di lenganku. Gadisku yang dulu pernah kuucap janji padanya. Dia datang dengan tiba-tiba menggoyahkan kesembuhan lukaku.
Cyank, kita berjodoh ya!” katanya dengan teramat mesra.
“Kamu dimana saja?” kataku seraya menepiskan gelayutannya dengan lembut.
“Mencarimu, mencari janjimu. Kau masih ingat?” katanya dan tak lepaskan gelayutannya.
Matanya berbinar menatapku. Oh, kasihan kau gadisku. Lukamu ternyata belum sembuh.
“Ibumu baik-baik saja?”, tanyaku sedikit berbasa-basi.
“Baik, kenapa tak kau tanyakan kabarku? Aku sekarat menantimu, janjimu. Aku tak mau dilamar laki-laki brengsek manapun, siapapun itu!”, teriaknya membuatku bergidik ngeri.
“Jangan begitu, kau cantik, pandai. Pasti cuma laki-laki baik sajalah yang berani mendekatimu”, kataku menghiburnya. Mungkin gadisku sedikit butuh hiburan.
“Tapi aku cuma ingin kamu. Apa kau sudah punya lelaki? Berpaling dariku, gadis yang katamu amat cantik ini?” tanyanya goyahkan kemantapanku.
“Bukan, tapi aku cuma ingin kau bahagia”, kucoba tenangkan jiwanya.
“Aku bahagia kalau kau tepati janjimu”, desaknya dalam tangis. Ah, kenapa kau selalu menghabisi kemantapanku dengan tangis.
“Aku tak bisa memberimu anak!”.
“Aku tak ingin anak. Aku cuma ingin dirimu”, rengeknya dan tangisnya hendak dilepaskannya. Bahkan air matanya tak hanya dilepaskannya, tapi dibanjirkannya.
Gadisku yang kini liar itu makin liar dalam kejalangan senja. Dilepaskan gelayutannya dengan amat kasar lalu lari meninggalkanku. Aku tak mau mengejarnya. Harus bagaimana mesti kujelaskan padanya. Meskipun sesungguhnya aku sangat mencintainya, tapi haruskah jiwa ini menyatu? Aku bimbang. Maafkan aku gadisku.
Aku teramat sayang untuk menyakitinya.
“Ibuku sakit, tengoklah ibuku yang juga ibumu, meski baru calon”, rajuknya dalam mata yang membuat jiwaku takluk. Memalukan, aku yang teramat mandiri ini mengapa mesti takut pada matanya yang mampu mencipta gelombang-gelombang kasih dalam dadaku.
“Aku pasti menengoknya, hmmmmmm……..”. Aku kehabisan nafas, dilumatnya bibirku. Dibisikkannya kata-kata sayang yang membuat jiwaku melayang. Inginku membalas melumat bibir tipisnya. Tapi, hal ini mesti kutahan. Aku masih sadar bahwa jika perasaan ini berlanjut, akan lebih menyakiti hatinya.
“Ayolah, kapan kau lamar aku?”, tanyanya dalam mata yang bening. Apakah sebening jiwamu juga?
“Sudah kubilang, menikahlah dengan lelaki,…..” bujukku, tetapi dia tetap bersikeras menagih janjiku.
Sudah seminggu gadisku menghilang. Aku sudah mencarinya kerumah. Cuma ibunya yang kutemui, tergeletak lemah. Akhirnya gadisku pulang, berteriak histeris setelah tau ibunya meninggal, dan terpaksalah aku menemani malamnya. Dia melarangku ketika aku berpamitan pulang, tapi sungguh aku tak tahan lagi.
“Sudahlah, aku pergi dulu”, tegasku.
Senja yang teramat terik menghinggapi ragaku. Kiamat makin dekat. Haruskah kutepati janji itu? Tak jemu-jemunya ia menagih janji itu dan selalu aku menyarankannya untuk berdekatan dengan kaum lelaki.
“Ah, aku muak mendengar kata-katamu, aku tak butuh laki-laki, apa kau tak mengerti? Aku rela jadi tempat pengaduanmu yang kedua. Aku rela, sungguh”, kata-katanya masih dalam rengekan.
Sudah malam ke-103 dia tak datang padaku. Gadisku yang manja. Aku rindu gelayutan mesra tangannya.
“Ting tong!”. Ah siapa malam-malam begini bertamu, benar-benar tak tau sopan santun.
Yank, pa kabar?”, kata sesosok lelaki yang sepertinya kukenal. Oh, suara itu, suara gadisku, sepertinya. Ah sebegitu rindunyakah aku padanya? Sampai-sampai sesosok itu mengingatkanku pada gadisku.
“Aku gadismu, gadis yang ingin sekali kau lamar ank au hidupi.”
Sosok itu ternyata……
“Ah jangan bercanda, kau siapa heh berani-beraninya datang hanya untuk mencandaiku?”, gertakku.
“Ah kau masih saja kasar pada laki-laki. Ini aku, benar-benar gadis yang kau manjakan dulu, yang ludahku pernah bercampur dengan ludahmu. Aku gadismu….”, penjelasannya hanya bikin kepalaku tambah puyeng.
Aku cuma bisa terdiam
“Aku tau, kamu tak akan mau melamarku. Tapi, kini aku datang padamu. Aku melamarmu.”
Aku surut beberapa langkah. Haruskah kuterima sesosok itu, sesosok yang gantikan janjiku. Janji seorang anak yang belum akil balig.
******

1 komentar:

  1. Assalamu Alaikum wr-wb, perkenalkan nama saya ibu Rosnida zainab asal Kalimantan Timur, saya ingin mempublikasikan KISAH KESUKSESAN saya menjadi seorang PNS. saya ingin berbagi kesuksesan keseluruh pegawai honorer di instansi pemerintahan manapun, saya mengabdikan diri sebagai guru disebuah desa terpencil, dan disini daerah tempat saya mengajar hanya dialiri listrik tenaga surya, saya melakukan ini demi kepentingan anak murid saya yang ingin menggapai cita-cita, Sudah 9 tahun saya jadi tenaga honor belum diangkat jadi PNS Bahkan saya sudah 4 kali mengikuti ujian, dan membayar 70 jt namun hailnya nol uang pun tidak kembali, bahkan saya sempat putus asah, pada suatu hari sekolah tempat saya mengajar mendapat tamu istimewa dari salah seorang pejabat tinggi dari kantor BKN pusat karena saya sendiri mendapat penghargaan pengawai honorer teladan, disinilah awal perkenalan saya dengan beliau, dan secara kebetulan beliau menitipkan nomor hp pribadinya dan 3 bln kemudian saya pun coba menghubungi beliau dan beliau menyuruh saya mengirim berkas saya melalui email, Satu minggu kemudian saya sudah ada panggilan ke jakarta untuk ujian, alhamdulillah berkat bantuan beliau saya pun bisa lulus dan SK saya akhirnya bisa keluar,dan saya sangat berterimah kasih ke pada beliau dan sudah mau membantu saya, itu adalah kisah nyata dari saya, jika anda ingin seperti saya, anda bisa Hubungi Bpk Drs Tauhid SH Msi No Hp 0853-1144-2258. siapa tau beliau masih bisa membantu anda, Wassalamu Alaikum Wr Wr ..

    BalasHapus